Komisi V DPR Kritisi Penghapusan PSO KA
Komisi V DPR RI mengkritik kebijakan penghapusan PSO Kereta Api (KA) mulai 1 Januari 2015 mendatang. Kebijakan pemerintah itu dinilai tidak pro rakyat dan bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Pendapat itu disampaikan oleh Wakil ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia terkait rencana penghapusan PSO 11 kereta ekonomi jarak jauh di Jawa dan 12 kereta jarak sedang di Jawa dan Sumatera mulai 1 Januari mendatang.
“Seharusnya kebijakan pemerintah lebih pro rakyat, seperti PSO untuk transportasi public harus ditambah, bukan malah dicabut. Sudah harga BBM naik, PSO dicabut pula. Rakyat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman. Apalagi penetapan PSO sudah diamanatkan dalam UU Perkeretaapian sebagai bentuk kewajiban pemerintah dalam pelayanan public.” kata Yudi kepada wartawan, Jumát, (5/12).
“Alasan pencabutan PSO kereta ekonomi jarak jauh dan sedang karena jumlah penumpangnya menurun, perlu dibuktikan. Karena, faktanya tiket ekonomi untuk jarak jauh dan sedang selalu ludes,"Katanya.
Dalam UU No.23/2007 pasal 153 ayat (1) ditegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tariff yang terjangkau dan itu diwujudkan dalam kewajiban memberikan pelayanan public (PSO) berupa subsidi.
Tanpa subsidi, tiket kereta rata-rata melonjak di atas Rp 100 ribu untuk setiap kali perjalanan. Kereta Kertajaya dari Surabaya ke Tanjung Priok, misalnya, naik dari Rp 50 ribu menjadi Rp 135 ribu. Kereta Progo dari Lempuyangan, Yogyakarta-Pasar Senen, Jakarta, naik menjadi Rp 105 ribu dari sebelumnya Rp 50 ribu. Sedangkan kereta Matarmaja dari Rp 65 ribu menjadi Rp 150 ribu, dan Tawang Jaya, Semarang-Jakarta dari Rp 40 ribu menjadi Rp 80 ribu
Kenaikan tarif yang melebihi 100% itu, lanjut Yudi, akan semakin membebani rakyat, terlebih setelah kenaikan BBM pada pertengahan Nopember lalu. "PSO itu harusnya dinaikan bukan malah dicabut,"tegasnya. (Sugeng), foto : dok/parle/hr.